Ekosistem mangrove adalah tipe hutan yang dicirikan oleh vegetasi yang tumbuh di zona intertidal, biasa ditemukan di wilayah tropis, dan vegetasi mangrove dapat beradaptasi dengan tingkat salinitas perairan yang lebar (Kuenzer et al., 2011). Istilah ‘mangrove’ biasanya digunakan untuk menyebut spesies atau kelompok tumbuhan yang terdapat di kawasan pesisir (pantai dan sekitar muara) yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan mangrove menyediakan manfaat yang sangat penting dan merupakan ekosistem paling produktif dan kompleks secara biologis (Giri, 2016). Secara ekologis mangrove berperan sebagai pelindung dari efek fisik laut seperti gelombang dan pasang surut yang berpotensi menyebabkan erosi dan merupakan penyerap karbon biru dalam siklus nutrien di alam (Pham et al., 2019). Secara ekonomis mangrove dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, salah satunya sebagai hutan produksi (Pamungkas et al., 2020).
Hutan Mangrove Kecamatan Muara Gembong termasuk ke dalam kategori kawasan hutan lindung yang memiliki dengan tingkat ancaman kerusakan yang relatif tinggi. Kawasan lahan basah Muaragembong telah masuk dalam database Wetland International Indonesia dengan kode JAV09 sebagai lahan basah dan cagar alam, dengan luas 10.480 ha pada tahun 1987 (Silvius et al., 1987). Menurut Kementerian Kehutanan pada tahun 2005 hutan mangrove di Kecamatan Muara Gembong terus mengalami berbagai tekanan, hampir 93,5 % kawasan mangrove diokupasi masyarakat untuk keperluan tambak ikan, lahan pertanian, pemukiman, dan beberapa fasilitas sosial. Di kawasan ini hutan mangrove dalam kondisi yang kritis, baik disebabkan oleh abrasi pantai, maupun adanya konversi lahan mangrove oleh masyarakat (Sodikin, 2013). Berdasarkan Setiani et al., 2008 perubahan kawasan mangrove menjadi kawasan pemanfaatan (tambak, sawah dan pemukiman) menyebabkan berkurangnya satu jenis mangrove yaitu jenis Bruguiera sp. di Muara Gembong dan satu jenis mamalia
yang hilang adalah macan tutul jawa. Sedangkan jenis burung dan reptilia tidak mengalami penurunan jenis.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara oleh Krismono dan Pranowo (2019) kepada perangkat desa setempat, masyarakat dan pemerintah daerah sudah mulai sadar akan pentingnya mangrove, namun dampak hilangnya mangrove bertahun-tahun sebelumnya masih dapat dirasakan hingga kini. Sejak tahun 2011, terdapat area mangrove yang dikhususkan sebagai hutan konservasi dan rehabilitasi, meski begitu, dampak hilangnya mangrove serta penyempitan sungai mengakibatkan banjir rob dan banjir luapan sungai menjadi peristiwa yang lumrah dijumpai.
Berdasarkan pengamatan tim survey pada tahun 2022, keberadaan mangrove di Desa Pantai Bahagia saat ini memiliki korelasi positif dengan kehidupan masyarakat setempat. Area mangrove yang menjadi obyek studi di wilayah Desa Pantai Bahagia, Muara Gembong, Kota Bekasi yang merupakan komunitas mangrove hasil penanaman PT Cikarang Listrindo yang dikelola masyarakat setempat sejak tahun 2019. Lokasi penanaman ekosistem mangrove ini sebelumnya merupakan ekosistem mangrove alami yang kemudian dibuka oleh masyarakat untuk di konversi menjadi area
pertambakan, dan sejak tahun 2019 direstorasi melalui kegiatan penanaman bibit mangrove oleh PT. Cikarang sebagai bentuk komitmennya untuk menjaga lingkungan dan melestarikan keanekaragaman hayati.
Komposisi dan Kelimpahan
Berdasarkan hasil pengamatan dengan metode koleksi bebas sepanjang jalur yang dilalui selama proses studi, berhasil diidentifikasi 17 jenis flora dengan komposisi 7 jenis flora mangrove sejati utama dan 10 jenis flora mangrove asosiasi. Mangrove sejati utama (mayor) adalah tumbuhan yang tumbuh pada wilayah pasang surut dan membentuk tegakan murni. Mangrove jenis ini jarang bergabung dengan tanaman darat. Sedangkan Mangrove asosiasi adalah vegetasi yang tumbuh ke arah darat di belakang zona mangrove sejati, tumbuhan yang toleran terhadap salinitas, yang dimana hal tersebut tidak ditemukan secara eksklusif di hutan mangrove dan hanya merupakan vegetasi transisi ke daratan atau lautan, akan tetapi dapat berinteraksi dengan mangrove sejati. (Wang et. al, 2010; De Sauza el.al, 2016; Hossain & Nuruddin, 2016; Annisa et. al, 2017, Soares et, al 2017).
Substrat di lokasi studi analisis vegetasi mangrove di Muara Gembong berkarakter lumpur (mudflat) dan merupakan area bekas tambak yang telah direstorasi menjadi area penanaman mangrove. Secara umum vegetasi pada tegakan pohon (diameter batang >4 cm) didominasi oleh jenis Rhizopora mucronata dan Avicennia alba dengan kerapatan mencapan 1333 tegakan/ha. Jenis yang memiliki Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi adalah jenis Avicennia alba dengan INP 146%, yang menunjukkan jenis ini merupakan jenis paling dominan di dalam komunitas mangrove di dalam area studi, disusul jenis Rhizopora mucronata dengan INP 106.
Keanekaragaman dan Status Kondisi
Tingkat keanekaragaman vegetasi flora di area konservasi PT Cikarang Listrindo di Desa Pantai Bahagia Muara Gembong berdasarkan data hasil koleksi bebas (tabel 3.1), adalah 2,23 dan termasuk kedalam kategori keanekaragaman ‘SEDANG’ (1<H’<3). Sedangkan untuk vetegasi mangrovenya berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove; dimana nilai kerapatan tegakan pohon adalah 1300 tegakan/ha merupakan kategori ‘SEDANG’ dengan kerapatan pohon per hektar ?1000 - <1500.
Zonasi Mangrove
Zonasi mangrove adalah sebaran kelompok spesies-spesies mangrove secara tegak lurus garis pantai yang disebabkan oleh kemampuan setiap spesies mangrove untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Zonasi mangrove dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya kemampuan adaptasi terhadap kondisi sedimen atau substrat dan salinitas, ketahanan terhadap angin dan gelombang laut serta ketahanan terhadap frekuensi (sering-tidaknya) inundasi (penggenangan) batang mangrove oleh air laut.
Kawasan mangrove di Asia Pasifik umumnya memiliki zonasi yang serupa. Zona terdepan, yaitu zona yang paling dekat dengan laut, didominasi oleh spesies mangrove yang memiliki pneumatophore yaitu Avicennia spp dan Sonneratia spp, dibelakangnya berturut-turut adalah zona Rhizophora spp, Bruguiera spp dan mangrove asosiasi. Di area konservasi mangrove di Muara Gembong, zonasi mangrove yang ada sedikit-banyak menyerupai pola zonasi umum Asia-Pasifik tersebut.
Zona terdepan atau zona mangrove terbuka didominasi oleh Sonneratia dan Avicennia sementara di zona tengah terdapat kombinasi Avicennia Rhizophora-Sonneratia.. Di masa lampau, diperkirakan bahwa zonasi mangrove di area studi adalah sama dengan zonasi umum Asia-Pasifik; hanya saja zona mangrove payau dan mangrove daratan tidak terbentuk karena sisi belakang mangrove langsung berbatasan dengan pertambakan masyarakat setempat. Sebagian mangrove di kedua transek
diperkirakan juga merupakan hasil penanaman (revegetasi) beberapa tahun silam, terutama untuk spesies Bakau hitam. Hal ini dapat terlihat dari diameter batang dan jarak tanam yang cenderung seragam. Secara umum, program penanaman yang dilakukan telah menunjukkan hasil yang memuaskan ditinjau dari kesintasan dan pertumbuhan dari mangrove yang ditanam oleh PT Cikarang Listrindo